Tribrata News, Lhokseumawe – Satreskrim Polres Lhokseumawe kembali mengamankan satu tersangka kasus dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) melalui media sosial terkait penanganan perkara dugaan pelecehan seksual terhadap santri di sebuah pesantren.
Tersangka adalah JM (21) mahasiswi asal Bireuen, ditangkap di kawasan Banda Aceh pada Kamis, 18 Juli 2019.
Hal itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Lhokseumawe, AKP Indra T. Herlambang, melalui Kanit Idik 3/Tipiter Satuan Reskrim, Ipda Ahmad Anugrah Ari Pratama, saat konferensi pers di Mapolres setempat, Minggu, 21 Juli 2019.
Ipda Ahmad menjelaskan, pada mulanya tersangka JM mendapatkan informasi (berita bohong) tersebut dari MS melalui chatingan pribadi. Kemudian JM meneruskan hoaks itu ke dalam grup WhatsApp (WA) ‘Bidadari Surga’.
“Peran JM adalah orang yang pertama meneruskan informasi tersebut ke grup WA sehingga berita itu beredar ke luar grup melalui tersangka yang diamankan sebelumnya berinisial NA (21), mahasiswi dan HS (29), petani asal Bireuen,”ungkapnya
Sambungnya, pengungkapan kasus penyebaran berita bohong ini di mulai sejak 13 Juli 2019 lalu, kami melakukan patroli siber di media sosial dan kemudian menemukan satu konten atau postingan yang diunggah tersangka HS dan setelah dilakukan profile link kita dapatkan datanya dan selanjutnya segera melakukan pengejaran dan penangkapan.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan tersangka diduga ikut menyebarkan berita hoax yang intinya menyatakan bahwa proses hukum yang dilakukan penyidik mengenai kasus pelecehan seksual di salah satu pasantren itu merupakan fitnah,” imbuhnya
Sementara Kasat Reskrim AKP Indra menambahkan, tersangka MS yang (DPO) disinyalir memiliki hubungan keluarga dengan salah satu dewan guru di pasantren tersebut. Saat ini tersangka MS masih dilakukan pengejaran, dan informasi terakhir yang diperoleh bahwa MS sudah keluar dari Provinsi Aceh.
Dari tersangka berhasil diamankan barang bukti handphone dan hasil screenshot aplikasi WhatsApp dari grup. Atas perbuatannya tersangka terancam melanggar Undang–Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi elektronik dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 1 miliar,” Ungkap Kasat.